Untuk dapat melakukan pengambilan keputusan yang baik dengan manfaat seperti di atas, seorang pemimpin harus memiliki dan kuat dalam menghidup nilai-nilai. Sebenarnya sadar atau tidak sadar, kita hidup memegang nilai-nilai yang kita percayai. Nilai itulah yang akan tercermin pada keputusan pemimpin. Misalnya nilai pemimpin adalah kepedulian, maka dalam pengambilan keputusannya ia akan mempertimbangkan dampak-dampak keputusannya secara hati-hati kepada seluruh anggotanya, dan sebagainya.
Pengambilan keputusan sendiri merupakan proses pembelajaran bagi pemimpin. Pemimpin belajar dari keputusan yang diambil, dan berupaya mengambil keputusan dengan lebih baik lagi di waktu mendatang. Proses pembelajaran dari keputusan ini berkaitan dengan kegiatan coaching. Dalam coaching kita diberikan banyak pertanyaan reflektif, diminta menggali ke dalam dan menemukan pembelajaran yang bermakna.
Salah satu keputusan yang susah diambil adalah pada kasus dilema etika. Pada kasus dilema etika ada nilai yang sama-sama benar yang sedang diperjuangkan. Sehingga, pengambilan keputusan dilema etika tentunya tidak mudah. Tidak ada rumus tertentu karena semua tergantung pada konteks dan kondisinya. Namun, apabila seseorang mengenal emosinya dan emosi orang lain, serta dampaknya pada orang lain (dalam hal ini disebut sebagai kecerdasan emosi sosial), maka tentunya dia lebih dapat berempati, namun juga tidak serta merta hanya dikendalikan oleh perasaan saja.
Pada kasus dilema etika ataupun pada bujukan moral, keputusan bergantung pada nilai-nilai yang dipegang pemimpin. Apabila pemimpin memegang nilai integritas, maka dia pasti dengan jelas menolak untuk disuap. Kekuatan nilai-nilai kebajikan dalam pemimpin, menjadi penentu keputusan apa yang akan diambil pada kasus etika dan moral. Hal ini makin penting terutama bagi institusi pendidikan sebagai institusi moral dan etika.
Efek dari keputusan ada yang
kecil dan ada yang besar. Keputusan kecil mungkin hanya dirasakan orang-orang tertentu dan tidak langsung berdampak pada orang lain, namun dari keputusan itu, anggota komunitas dapat menilai moral dan nilai-nilai pemimpin. Dan apabila keputusan itu diambil pada prinsip yang benar, yaitu berpihak pada anak, sesuai nilai kebajikan universal, dan dapat dipertanggungjawabkan, tentunya anggota komunitas akan merasa aman, nyaman, sehingga ada dukungan dan lingkungan yang kondusif dan positif yang tercipta. Hal ini berlaku lebih besar lagi pada keputusan yang dampaknya dirasakan secara skala besar.
kecil dan ada yang besar. Keputusan kecil mungkin hanya dirasakan orang-orang tertentu dan tidak langsung berdampak pada orang lain, namun dari keputusan itu, anggota komunitas dapat menilai moral dan nilai-nilai pemimpin. Dan apabila keputusan itu diambil pada prinsip yang benar, yaitu berpihak pada anak, sesuai nilai kebajikan universal, dan dapat dipertanggungjawabkan, tentunya anggota komunitas akan merasa aman, nyaman, sehingga ada dukungan dan lingkungan yang kondusif dan positif yang tercipta. Hal ini berlaku lebih besar lagi pada keputusan yang dampaknya dirasakan secara skala besar.
Saat bicara tantangan, tantangan terbesar di sekolah kami bukanlah pada nilai-nilai, karena semua pemimpin di sekolah menjunjung dan menghidupi nilai kebajikan yang universal. Namun, tantangan menjadi ada karena setiap pihak memiliki paradigmanya sendiri. Ada yang paradigmanya keadilan, ada yang paradigmanya rasa peduli. Sehingga, sebagai pemimpin tantangan kita adalah menyeimbangkan semuanya dan mengambil keputusan yang dapat diterima dengan baik dengan seluruh anggota. Memang kita tidak bisa menyenangkan semua pihak, namun pemimpin wajib mengkomunikasikan keputusan sebijak mungkin terutama kepada pihak yang terdampak.
Sebagai pemimpin, agar dapat memaksimalkan potensi anak yang berbeda-beda, kita harus memahami prinsip equity dan equality dalam keadilan. Equality artinya memberikan perlakuan yang sama persis, tanpa memandang kebutuhannya. Sedangkan equity memandang setiap orang memiliki situasi, kondisi dan kebutuhannya sendiri, sehingga harus diberikan perlakuan yang sesuai dengan kekhususan itu. Untuk memerdekakan murid, kita harus belajar melihat situasi, kondisi dan kebutuhan murid, dalam pengambilan keputusan kita.
Banyak keputusan yang dampaknya jangka panjang kepada anak-anak, baik dampak fisik, ekonomi, maupun sosial emosional. Contohnya memberi keputusan untuk anak tidak naik kelas, akan memberkan dampak pada kondisi emosi dan sosial anak, sehingga membuat anak tidak percaya diri, dan akhirnya mempengaruhi masa depan anak tersebut. Oleh karena itu sebagai pemimpin, kita bukan hanya mempertimbangkan apa yang menjadi aturan, tetapi apa dampak jangka panjang pada orang-orang yang terlibat.
Guru selalu mengambil keputusan setiap saat. Mulai dari keputusan memberikan materi pelajaran, memberikan konsekuensi, sampai keputusan kenaikan kelas. Dari modul 1 saya belajar bahwa filosofi pendidikan menjadi dasar dan nilai dalam kita mengambil keputusan yang terkait dengan anak. Di modul 2 ketika kita mengimplementasikan KSE, kita mengajar dan mencontohkan empati. Dalam melakukan diferensiasi kita juga mengambil keputusan memberikan kepada anak perlakuan yang adil dalam artian sesuai dengan kondisi, situasi dan kebutuhan anak.
Secara pribadi saya merasa sangat diperlengkapi setelah mempelajari modul ini. Ada banyak keputusan dengan banyak pertimbangan yang telah saya ambil, namun saya baru tahu bahwa ada paradigma dan prinsip ini di dalamnya. Dari materi empat paradigma, saya belajar bahwa dalam satu kasus ada banyak paradigma yang bisa terjadi, tergantung kita melihat dari pihak yang mana. Dalam materi tiga prinsip pengambilan keputusan, hal yang baru bagi saya adalah tidak ada yang terbaik diantara ketiganya, bahkan care-based thinking pun tidak selalu pendekatan yang paling tepat, semua kembali lagi pada kondisi unik masing-masing kasusnya.. Dalam sembilan langkah pemgambilan keputusan, hal yang baru bagi saya adalah pengujian benar-salah atas keputusan kita
Tentunya saya pernah mengambil keputusan pada kasus dilema etika. Namun pada saat itu, saya tidak tahu bahwa ada empat paradigma dan tiga prinsip pengambilan keputusan seperti yang dipelajari di mosul ini. Saya juga tidak melakukan uji benar-salah seperti di sembilan langkah pengambilan keputusan.
Setelah saya belajar mengenai pengambilan keputusan di modul ini, tentunya saya menjadi lebih peka tentang paradigma yang saya pakai, dan juga paradigma orang-orang yang terlibat. Hal ini membuat saya lebih dapat memahami mereka. Saya juga akan melakuan sembilan langkah pengambilan keputusan, dimana saya akan merefleksikan sebenarnya nilai apa yang bertentangan, siapa yang terlibat, dan bagaimana uji benar-salahnya. Perangkat ini tentunya sangat membantu saya mengambil keputusan terutama dalam kasus dilema etika.
Belajar mengenai pengambilan keputusan sangatlah penting terutama bagi pemimpin. Sebagai pemimpin institusi pendidikan, kita juga adalah institusi moral. Yang kedua, karena keputusan pemimpin memberikan pengaruh terhadap anggota teamnya, mempengaruhi lingkungan kerja, bahkan pada titik tertentu dapat juga mempengaruhi masa depan anak. Oleh karena itu penting bagi pemimpin dapat mengambil keputusan terbaik di dalam kasus bujukan moral dan juga kasus yang dilematis.